BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai warga negara yang baik kita
wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan
kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 itu bagian dari latar belakang
dari kewarganegaraan. Tujuan untuk agar para generasi muda mempelajari
pendidikan kewarganegaraan untuk menyadarkan kita bahwa semangat perjuangan
bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang
luar biasa dalam masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi
untuk mengisi kemerdekaan kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan
bidang profesi masing2. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai2 perjuangan bangsa
sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku
yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam
rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. Dengan itu kita sebagai
generasi muda diharapkan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap
serta perilaku cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan, wawasan nusantara
serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa sebagai calon sarjana yang
sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni.
Warga negara memiliki peran yang
vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara
warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya memiliki aturan atau
hubungan yang diatur dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Agar
dapat memiliki status yang jelas sebagai warga negara, pemahaman akan
pengertian, sistem kewarganegaraan serta hal-hal lain yang menyangkut warga
negara hendaknya menjadi penting untuk diketahui. Dengan memiliki status
sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan ini
nantinya tercermin dalam peran, hak dan kewajiban secara timbal balik antara
warga negara dengan negaranya.
Dalam beberapa literatur, dikenal
istilah warga negara, rakyat dan penduduk. Istilah warga negara secara umum
mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta
dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar
tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama (Tim ICCE UIN Jakarta).
Istilah rakyat lebih merupakan konsep politis. Rakyat menunjuk pada orang-orang
yang berada di bawah satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu.
Istilah rakyat umumnya dilawankan dengan penguasa. Sedangkan penduduk, menurut
Soepomo dalam Hartono Hadisoeprapto (1999), adalah orang-orang yang dengan sah
bertempat tinggal tetap dalam suatu negara. Sah artinya tidak bertentangan
dengan dengan ketentuan-ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal
tetap dalam negara yang bersangkutan. Orang yang berada di suatu wilayah negara
dapat dibedakan menjadi penduduk dan non penduduk. Adapun penduduk negara dapat
dibedakan menjadi warga negara dan orang asing atau bukan warga negara.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari Warga Negara ?
2.
Siapakah yang berhak menjadi Warga Negara
disuatu Negara ?
3.
Apakah pengertian dari Hak dan Kewajiban Warga
Negara ?
4.
Bagaimana pandangan idiologis atas Hak dan
Kewajiban Warga Negara ?
5.
Bagaimana contoh Hak dan Kewajiban Warga Negara
?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mampu memahami arti dari warga Negara
2.
Mampu mengetahui seseorang yang berhak menjadi
warga Negara disuatu Negara
3.
Mampu memahami artidari hak dan kewajiban warga
Negara
4.
Menjelaskan pandangan idiologis atas hak dan
kewajiban warga Negara
5.
Mampu mengetahui contoh hak dan kewajiban warga
negara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Warga Negara
Pengertian warga negara menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau bangsa
berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai
kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sementara itu, AS Hikam dalam
Ghazalli (2004) mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan dari
citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu
sendiri.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara seperti yang
tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa
Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga
negara”.
Selanjutnya
dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang
menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau
peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga
negara Republik Indonesia.
Warga
negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan
bahkan kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota
atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh
negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga
negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E
ayat (1) UUD 1945. pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang
tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:
1.
Warga Negara Indonesia, adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan dengan
undang-undang sebagai warga negara.
2.
Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal
dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki
suatu negara dan tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara
yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Dalam
penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang
peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat
tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap
setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari
sudut hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan
warga negara dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara
mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan
kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
B.
Penentuan Warga Negara Indonesia
Siapa saja yang dapat menjadi warga
negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat berwenang menentukan
siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan
seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran,
asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan dan Asas kewarganegaraan
berdasarkan naturalisasi.
1. Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan yaitu
ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa Latin.
Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum yang
berarti negeri, tanah atau daerah, dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang
berarti darah. Dengan demikian ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang
berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah
pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau keibubapakan.
Sebagai contoh, jika sebuah
negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di negara tersebut
mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis,
jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang
tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu, Indonesia misalnya,
maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya,
yakni warga negara Indonesia.
a. Asas
Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari orang
tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau
orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia.
Asas Ius sanguinis atau Hukum
Darah (law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas
keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan
menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas
ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa
Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain:
1) Akan
memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
2) Tidak
akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
3) Semakin
menumbuhkan semangat nasionalisme;
4) Bagi
negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu
negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir
di tempat lain (negara tetangga).
b. Asas
Ius Soli
Pada awalnya, asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan
pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka
otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat
kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan
seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas
ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak
semua daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya,
kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya
menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan
anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan
bersama-sama dengan prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di
Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius
solis ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa
orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara
Jepang.
Untuk
sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak
dari para imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal.
Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan
suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain
itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa
ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan
bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah
satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius
soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja,
sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar
itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki
status kewarga-negaraan bapaknya.
Dalam
perjalanan banyak negara yang meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda,
Belgia, dan lain-lain. Selain kedua asas tersebut, beberapa negara yang
menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan Indonesia.
2.
Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat
dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sistem
perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
a. Asas
Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan
pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti
masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga
yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya
kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus tunduk pada hukum
yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya
kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang
dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut asas kesatuan hukum, sang
istri akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan
maupun kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti
asas ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan
lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin kesejahteraan para mempelai.
Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, melalui proses hemogenitas
dan asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila kewarganegaraan istri
adalah sama dengan kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki tugas
memelihara anak yang dilahirkan dari perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang
ibu akan dapat mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila
kewarganegaraannya berbeda dengan sang ayah anak-anak.
b. Asas
Persamaan Derajat
Dalam asas persamaan derajat, suatu
perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing
pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan
asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap
memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum
diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang menggunakan asas ini antara
lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman, Israel, Swedia, Birma dan
lainnya.
Asas ini dapat menghindari
terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan
asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau
berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah
melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang
diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan istrinya. Untuk menghindari
penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan
derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.
3.
Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak dapat memenuhi status
kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan, seseorang masih dapat
mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan atau
naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai negara
sedikit-banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi
dan situasi negara masing-masing.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang
pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk
memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara.
Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau
diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga
negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi,
yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut (Kartasapoetra.
1993: 216-7).
Perolehan Kewarganegaraan Indonesia untuk mendapatkan status
kewarganegaraan Indonesia, pemerintah mengatur dalam Undang-undang.
Hal
ini diatur sedemikian rupa, sehingga mampu mengantisipasi berbagai permasalahan
baik sosial maupun permasalahan hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang
menyangkut status warga negara dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun
aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar negara. Sebagai contoh,
kehadiran beberapa artis muda di Indonesia yang berasal dari negara lain, saat
ini tengah berurusan dengan pihak imigrasi karena visa dan status
kewarganegaraan mereka. Terkait dengan kejahatan, berbagai kasus penyebaran
narkoba oleh warga negara kulit hitam di Indonesia melibatkan jaringan
internasional. Dengan pengaturan status kewarganegaraan, pihak kepolisian
memiliki bukti yang kuat untuk mencekal maupun menangkap dan mengembalikannya
ke negara asalnya.
Dalam penjelasan umum Undang-undang
No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia,
yaitu :
a. Karena
kelahiran;
b. Karena
pengangkatan;
c. Karena
dikabulkannya permohonan;
d. Karena
pewarganegaraan;
e. Karena
perkawinan
f. Karena
turut ayah dan atau ibu;
g. Karena
pernyataan.
C. Pengertian
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak adalah: Sesuatu yang mutlak
menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya:
hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya
Kewajiban, Sesuatu yang harus
dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Contohnya: melaksanakan tata tertib
di sekolah, membayar SPP atau melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan
sebaikbaiknya dan sebagainya.
Sebagai warga negara yang baik kita
wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan
kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi.
1.
Hak
dan Kewajiban dalam Bidang Politik
Pasal 27 ayat (1) menyatakan,
bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada
kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban,
yaitu:
a. Hak
untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
b. Kewajiban
menjunjung hukum dan pemerintahan.
Pasal 28 menyatakan, bahwa
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti pesannya adalah:
a. Hak
berserikat dan berkumpul.
b. Hak
mengeluarkan pikiran (berpendapat).
c. Kewajiban
untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-aturan lainnya,
di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya,
semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain bebas harus
pula bertanggung jawab dan sebagainya).
2.
Hak
dan Kewajiban dalam Bidang Sosial Budaya
Pasal 31 ayat (1) menyatakan,
bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan
bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 32 menyatakan bahwa
“Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti pesan yang terkandung
adalah:
a. Hak
memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun
kejuruan.
b. Hak
menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.
c. Kewajiban
mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
d. Kewajiban
memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
e. Kewajiban
ikut menanggung biaya pendidikan.
f. Kewajiban
memelihara kebudayaan nasional dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak
dan Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
g. Hak
untuk mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di
samping kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
h. Kewajiban
untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3.
Hak
dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30 menyatakan, bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara”.
4.
Hak
dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”.
Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pasal 34 menyatakan bahwa “Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Arti pesannya adalah:
a. Hak
memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang
dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat.
b. Hak
dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
c. Kewajiban
bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya
alam.
d. Kewajiban
dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak
merugikan kepentingan orang lain.
e. Kewajiban
membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak dan kewajiban bangsa
Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan Anda sebagai warga negara wajib
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu, setiap penduduk yang
menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik yang
bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Karakteristik adalah
sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia,
sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga negara.
Sejumlah
sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Memiliki
rasa hormat dan tanggung jawab
Sifat ini adalah sikap dan
perilaku sopan santun, ramah tamah, dan melaksanakan semua tugas dan fungsinya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai negara yang dikenal murah senyum
dan ramah, identitas tersebut sepatutnya dijaga dan dipelihara.
b.
Bersikap kritis
Sifat ini adalah sikap dan
perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang valid (sah) serta argumentasi
yang akurat. Sifat kritis ini diperlukan oleh setiap warga negara guna
menyaring segala informasi dan aktivitas baik mengenai perorangan, pihak-pihak
tertentu maupun aparat pemerintahan, sehingga dapat mencegah segala pelanggaran
maupun eksploitasi yang mungkin terjadi.
c.
Melakukan diskusi dan dialog
Sifat ini adalah sikap dan
perilaku dalam menyelesaikan masalah (problem solving). Hendaknya dilakukan
dengan pola diskusi dan dialog untuk mencari kesamaan pemikiran terhadap
penyelesaian masalah yang dihadapi. Kemampuan mengeluarkan pendapat dari warga
negara akan membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya.
d.
Bersikap Terbuka
Sifat ini adalah sikap dan
perilaku yang transparan serta terbuka, sejauh masalah tersebut tidak bersifat
rahasia. Keterbukaan akan mencegah pelanggaran/penyimpangan dan mampu membangun
sikap mental yang positif dan lebih profesional.
e.
Rasional
Sifat ini adalah pola sikap
dan perilaku yang berdasarkan rasio atau akal pikiran yang sehat. Sifat
rasional ini identik dengan tingkat pendidikan warga negara. Semakin banyak
warga yang berperilaku rasional, maka tingkat pendidikan warga negara juga
meningkat.
f.
Adil
Sifat ini adalah sikap dan
perilaku menghormati persamaan derajat dan martabat kemanusiaan. Adil merupakan
kata yang mudah diucapkan , namun pelaksanaannya menghadapi berbagai kendala.
Perilaku adil harus dipupuk dan dilatih sejak dini kepada generasi muda, karena
keadilan akan membawa kedamaian di kemudian hari.
g.
Jujur
Sifat ini adalah sikap dan
perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang sah dan akurat. Kejahatan korupsi
yang telah mengakar di Indonesia merupakan contoh ketidakjujuran yang sangat
terlihat, dan telah banyak menyengsarakan rakyat banyak dan menyebabkan
ketakutan investor dari negara lain masuk ke Indonesia. Kejujuran merupakan
barang yang mahal saat ini. Warga negara yang jujur akan membawa negaranya
menjadi bangsa yang besar.
D. Pandangan
Idiologis Atas Hak dan Kewajiban Warga Negara
1.
Idiologi
Negara Republik Indonesia
Berdasarkan pertanyaan diatas tentu
sebuah hak dan kewajiban warga negara tidak lepas dari idiologi yang dianut
oleh sistem kenegaraan. Landasan utama bangsa indonesia adalah Pancasila. Tentu
saja Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia dalam bertingkah laku,
termsuk segala mekanisme pemerintahan pemerintahan.
Pancasila, menurut Soekarno (2006)
sebagai penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu mempersatukan bangsa
Indonesia. Tidak terlepas pada revolusi melawan imperialisme di bumi nusantara
untuk menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai filsafat cita-cita dan harapan
segenap bagsa Indonesia. Bahkan pada sila ke tiga disebutkan “ Persatuan
Indonesia “. Hal inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki
semangat bersatu dari beragam suku bangsa yang berbeda. Perbedaan itu lenyap
ketika mereka menyadari arti persamaan sebagai bangsa Indonesia.
Terlebih semangat persatuan bangsa
Indonesia telah dikumandangkangkan pada sumpah pemuda. Para pemuda bersumpah
berbangsa satu, bertanah air satu dan menjunjung bahasa persatuan.
Bukti-bukti yang telah diuraikan ini
menunjukan negara Indonesia didirikan atas pondasi persatuan. Negara yang
terdiri dari beragam identitas mampu disatukan atas nama persatruan. Dengan
demikian bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle (Syahrian:2003) bahwa
negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara nasionalis.
2.
Kewajiban
Nasionalisme
Menurut Gentle melalui idealisme
murni yang terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya individu memiliki
kehendak atau ego. Pada tataran subjektif individu mengenal hubungan antara
manusia yang satu dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan roh objektif,
maka terciptalah komunitas. Melalui komunitas beragam ego individu melebur
menjadi sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah yang disebut
kesadaran mutlak individu.
Didasarkan tujuan kehidupan bersama dibentuklah negara.
Beragam kepentingan individu dengan meninjau pada teori Gentle, tentu melebur
menjadi kepentingan bersama. Negara tidak mungkin memberikan kepuasan atas
setiap kepentingn individu dan beragam kehendak yang saling bersebragan. Maka
demi tujuan utama dibentuknya suatu negara harus terdapat otoritas negara
menentukan pilihan atas beragam kehendak.Dan melalui negara
kepentingan-kepentingan individu telah melebur menjadi kepentingan bersama.
Negara ibarat masa depan nasib bersama. Kepentingan individu
adalah kepentingan egois yang menitik beratkan pada kebutuhan pribadi. Tidak
mungkin tanpa ototritas yag kuat sebuah negara mampu mnetukan pilihan yang
terbaik bagi masa depan suatu bangsa.
Bila masih terdapat
kepentingan-kepentingan egoisme tentu pembelotan dari tujuan dibentuknya
negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat persamaan persepsi atas
seluruh warga negara. Warga negara harus rela memberikan loyalitasnya kepada
negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara memiliki nilai-nilai kearifan
sebagai pelayan, pelindung dan pengayom bangsanya.
3.
Permasalah
Kebebasan
Gagasan yang telah disampaikan oleh
Lipman (1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah ini dari pembahasan
kebijakan. Hal ini menandakan era keterbukaan. Keberadaan opini publik
berfungsi sebagi beragam pihak untuk ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam pihak mampu mempengaruhi
pemerintahan. Melalui ruang publik seseorang maupun kelompok memiliki kekuasaan
di luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan negara.
Bentuk-bentuk lain keberadaan pihak
diluar wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah para borjuis. Melalui
ruang publik maupun beragam proses kekuasaan, kapitalis mampu mempegaruhi
keberadaan para pejabat untuk berkonspirasi mencari keuntungan. Proses
pemerintahan yang tidak sehat dan dianggap sebagai rahasia umum ini menunjukkan
kuatnya aktor-aktor yang non legitimasi untuk bergentayangan mendominasi
sebagai tuan-tuan kelompok penekan.(Westergard dan Resler, 1976).
Walaupun tidak dapat disangkal bahwa kapitalis atau pasar
sebagai faktor signifikan mempengaruhi kebijakan, akan tetapi perlu terdapat
pembatasan yang jelas antara kepentingan perseorangan sebagai saudagar dan
pelaku birokrat.
Permasalahan
mendasar pada negara yang memberikan era keterbukaan ini mewariskan
permasalahan mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai kapitalis.
Hal yang banyak terjadi, keberadaan pejabat maupun birokrat tidak lepas dari
modal awal untuk memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan. Konsekuensi
yang terjadi persepsi tugas kepercayaan negara sebagai harapan masa depan
bangsa, menjadi kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada posisi
inilah terjadi tumpang tindih antara identitas birokrat dengan pedagang.
Solusi
yang diberikan pada kasus ini adalah profesionalisme status. Tidak dibenarkan
adanya kekuasaan yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal yang telah
disampaikan oleh negarawan Jerman Adolf Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf;
seseorang yang terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini menafsirkan bahwa
keberadaan aktor-aktor yang memiliki kekuasan menjadikan permasalahan baru.
Aktor-aktor tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat. Idealisme
para birokrat tercemari oleh proses yang legal maupun ilegal.
Wabah kapitalis terjadi melalui
beragam aktifitas kebebasan beragam pihak melalui ruang publik. Maka
tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan provokasi yang berlanjut
kepada distabilitas dan intgrasi. Hal lain yang terjadi dari kebebasan tersebut
adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi dalam beragam kalangan;
baik kapitalis NGO, CSO dan birokratis terjadi persaingan dalam rangka
kepentingan pribadi atau kelompok.
Akibat dari sistem yang terjaga ini
menjadikan rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan negara sebagai lembaga yang
menaungi rakyat menjadi ajang persaingan kepentingan. Tentu berakibat pada
lepasnya kewajiban sebagai warga negara yang baik, yang memberikan
pengabdiannya kepada negara.
E.
Contoh Hak dan Kewajiban WNI
Berikut ini adalah beberapa contoh
hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki
hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara
manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial
yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki
banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban
sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.
1.
Contoh
Hak Warga Negara Indonesia
a. Setiap
warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
b. Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
c. Setiap
warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam
pemerintahan
d. Setiap
warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan
masing-masing yang dipercayai
e. Setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
f. Setiap
warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri
dari serangan musuh
g. Setiap
warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang
berlaku
2.
Contoh
Kewajiban Warga Negara Indonesia
a. Setiap
warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
b. Setiap
warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
c. Setiap
warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan
pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
d. Setiap
warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang
berlaku di wilayah negara Indonesia
e. Setiap
warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar
bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
BAB III
SIMPULAN
Sebagai
bangsa Indonesia kita harus menanamkan rasa cinta tanah air dan menjadi warga
negara yang sadar dan mengenal wawasan nusantara untuk dapat mengisi
kemerdekaan dengan menjadi warga yang beradab dan memahami nilai cinta tanah
air Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana
terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat
unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta
pengakuan dari negara lain. negara kebangsaan memiliki unsur-unsur penting
pengikat, yaitu: psikologi (sekelompok manusia yang memiliki kesadaran bersama
untuk membentuk satu kesatuan masyarakat – adanya kehendak untuk hidup
bersama), kebudayaan (merasa menjadi satu bagian dari suatu kebudayaan
bersama), teritorial (batas wilayah atau tanah air), sejarah dan masa depan
(merasa memiliki sejarah dan perjuangan masa depan yang sama), dan politik
(memiliki hak untuk menjalankan pemerintahan sendiri). Hak dan kewajiban warga
negara yaitu menyatakan diri sebagai penduduk dan warga negara di suatu negara
tertentu serta menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaelani dan Achmad Zubaidi.
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Penerbit Paradigma:
Yogyakarta 2007.
4. Hridito, Ivo, dkk. 2010. “Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi”. Surabaya: Unesa University Press.
No comments:
Post a Comment
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya.